Rabu, 07 Mei 2014

Tarucing Garing “Go Internasional”, Bukan Lagi Mimpi

Tatarucingan di tatar Sunda sudah menjadi budaya. Entah dari mana asalnya. Sebab asal-muasal budaya memang sulit untuk ditentukan. Merujuk pada kamus Sunda R.A. Danadibrata, Tatarucingan berasal kata dari kata “turut cing”. Kata ini sama konteksnya dengan, “coba tebak”. Arti kata tersebut adalah rentetan obrolan yang harus dicari maksudnya. Dari kata inilah kemudian muncul kata turucing, kemudian tarucing. Tatarucingan itu sendiri berarti permainan mengolah bahasa untuk mengeluarkan berbagai tarucing.
Contoh di Sunda itu seperti ini.
“Budak leutik, ngambay peujit. Naon cing?” (anak kecil, ususnya terburai. Apa coba?”
Jawabannya : “Jarum kaput”


Nah indahnya, budaya tatarucingan ini tidak hanya ada di Sunda. Malah di dunia pun ada. Ya, mungkin seperti permainan-permainan tradisional yang ada di berbagai dunia, atau alat musik tradisional yang sederhana (baca: karinding) ada di belahan dunia. Setidaknya ini mengingatkan bahwa kita sebenarnya bersaudara dengan semua orang.

Contohnya saja di China.
Di China, permainan tatarucingan ini disebut “nao jin ji zhuan wan” (筋急)
Arti per kata :
nao jin : otak,
ji : cepat
zhuan wan : berbelit-belit
Secara sederhana bisa diartikan sebagai  : otak berpikir cepat, menjawab soal yang berbelit-belit. berpikir dulu aja, tapi otaknya harus nebak dengan cepat. Seperti itulah tafsiran bebasnya.
Kawan saya yang dari China memberi contoh.
Pertanyaan dari Mai Qi :
“Kenapa coba mama saya suka nganterin saya sekolah? Ikut belajar lagi!”
Jawabannya : karena mama saya guru
Atau pertanyaan lain dari Cheria.
 “Kalau kamu bercermin sendiri jam 12 malam, bisa-bisa kamu lihat apa coba?”
Jawabannya : diri kamu sendiri.

Di Jepang pun ada budaya tatarucingan seperti ini.
Biasanya dilakukan oleh anak-anak. Memang, di Sunda pun kebanyakan anak-anak yang menggunakan atau mengapresiasi budaya ini. Orang yang dewasa lebih bertujuan kepada melestarikan budaya. Walaupun pada akhirnya masih sama-sama menggunakan.
Di Jepang, tarucingan ini dikenal dengan nama  クイ (dibaca : kuizu).
Seperti kuis pada umumnya, tetapi hadiahnya lebih bermakna daripada hadiah yang ditawarkan televisi. Sebab 'reward'-nya adalah pengetahuan itu sendiri. 
Kuizu yang dicontohkan Sayuri Yabuno itu seperti ini.
Pan = (roti)
“Pan, pan apa yang tidak bisa dimakan?”
Jawabannya : furaipan (kuali, kekenceng).
Tapi kalau mau makan kuali juga silakan aja.

Itu baru contoh di China dan Jepang.
Bagaimana dengan Negara yang lain?

Kami belum bisa menjawabnya. Tetapi kami yakin, di dunia ini setidaknya permainan kata-kata dengan menggunakan tarucing seperti ini ADA.

Mungkin dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kenalan, kami akan menampilkan contoh-contoh tarucing garing dari berbagai Negara.



Ditulis oleh : Mukodas Sinatrya Mayapada


Jenna, Bule dari Australia yang sudah terjangkit virus tarucing garing.Mukodas Sinatrya Mayapada

2 komentar :

  1. Kang, artikelnya bagus!! saya juga sependapat tarucing (tebak-tebakan) ada diseluruh dunia. kalo pernah nonton film SpongeBob, di situ ada juga tebak-tebakan mungkin ala Amerika. contohnya dari Squidward "kenapa anak SD tidak boleh nonton film bajak laut? karena dia belum menerima rapot", walaupun sebenarnya ga ngerti apa maksudnya haha. saya juga punya contoh dari India, saya lihat di film, "dia budak tapi sekaligus dia juga raja? jawabanya anak".

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih apresiasinya.
      Ah ia, saya jadi ingat adegan di Spongebob itu.
      Kalau gak salah yang memberi tebak-tebakannya, "squidwerk" kepada "Spongebob".
      Dan saya tertawa mendengarnya, karena kalau di rumah saya jadi ingat Ayah saya, yang gak boleh nyalain tivi waktu malem pas lagi "ulangan triwulan".
      Dan boleh nonton tivi malem-malem lagi kalo udah dibagi rapot. :D
      Kalau boleh tahu, di India itu dilm apa ya?

      Wah, sepertinya menarik juga.
      Kalau referensinya udah agak banyak, mungkin nanti mau nulis lagi yang temanya "analisis tatarucingan dari berbagai film dunia".

      Terima kasih masukannya. :)

      Hapus