Minggu, 27 April 2014.
Himabaja mengadakan
Japanzuki ke-9. Untuk memeriahkan Ipan Matsuri tersebut, Komunitas Tarucing Garing pun tertarik untuk ikut eksis meski sebagai pengunjung. Acaranya terbuka untuk umum, free lagi. Siapa atuh yang gak suka dengan acara seru yang gratisan?
Mengangkat tema
akulturasi budaya Indonesia - Japan yang disingkat IPAN, sedangkan Matsuri itu artinya festival. Kegiatan yang
ditampilkan seru-seru. Ada kabaret yang diselenggarakan di lapangan,
kocak-kocak, mengocok perut. Minimal perut para pemainnya. Saya juga
ikut tertawa sesekali. Tidak pada seluruh adegannya, sebab selalu terhalang oleh penonton
yang berdesak-desakkan, membludak.
Obake House, Rumah
hantu. Jangan masuk bagi para penakut.
Masih dalam tema
akulturasi budaya, sehingga ekspektasi saya sebagai pengunjung hantu yang ada
di dalam sana adalah kunti berkimono, suster ngesot pake yukata, genderewo pake
bawa katana, tuyul berkuncir kayak samurai atau yang lainnyalah. Ternyata pas
masuk, ada adegan anak perawan yang menangis tersedu-sedan, di depannya ada
sekujur tubuh ibunya yang terbaring ditutup samping khas orang meninggal. Pas
dilihat baik-baik, eh tubuhnya bangun seketika. Kaget dong, terus menjerit
keras! Dilanjut ada pocong loncat-loncatan, saya pribadi takut beudh, tubuhnya berdarah-darah. Eh,
temen saya malah reunian. Ternyata mereka masih satu keluarga. Terus
berkeliling, bertemu hantu-hantuan yang semuanya ternyata khas Indonesia. Loh,
kok gak ada hantu jepangnya, Di mana ke jepang-jepangannya? Ternyata jawabannya
ada di depan. Namanya bukan rumah hantu, melainkan “Obake House”. Jepang bukan?
Ada lagu-lagu Jepang di
panggung. Jadi sedih, soalnya gak ngerti apa yang dibawaain. Tapi ya yang namanya musik, tidak harus selalu dimengerti, cukup dinikmati. Banyak lagu anime jadul. Jadi nostalgia akhirnya. Terlebih ada yang menyanyikan lagu kartun favorit:
“Chibi maruko chan”. Asli, walaupun saya seorang laki-laki tulen, film itu lucu.
Jadi tontonan tiap minggu waktu SMP. Jadwal tayangnya setelah “Lets and go” di
RCTI OKE.
Dan yang paling seru
itu costplay. Foto bareng sama tokoh favorit itu menyenangkan. Saya memakai
baju pangsi, temanya juga akulturasi budaya. Pakaian tersebut menjadi istimewa,
sebab hanya seorang yang mengenakannya. Entah berperan sebagai siapa. Bisa jadi
“Si Kabayan”, atau kata teman saya “Ajip Rosidi”, Sastrawan sunda yang
menyebarkan budayanya di Negeri Sakura. Niatnya sih mau ikut jadi costplayer. Kan kayak "Si Kabayan". Tapi sayang, gak ada yang ngeuh, samp-sampe gak ada pengunjung yang minta poto bareng. Hiks hiks.Tapi ya, sudahlah. Semuanya oke. Soalnya yang penting bisa
poto-poto bareng sama para Costplayer dan artis yang manggung.
*sughoi
***
Buku Tarucing di samping berbeda sedikit dengan buku Death Note L Ryuzaki. Hampir semua sudah tahu, bahwa
ada peraturan yang sakral dalam buku death note, begitupun dalam buku tarucing
garing. Ini dia aturan sakral dari buku tarucing garing.
“Orang yang namanya
tertulis di buku ini akan garing seumur hidup.”
*Keuntungannya, gak
perlu pake anduk setelah mandi. Udah garing.
(ditulis oleh : Mukodas Sinatrya Mayapada)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar